Total Tayangan Halaman

Kamis, 30 Desember 2010

PERUBAHAN DALAM PERSPEKTIF ORGANISASI

PERUBAHAN DALAM PERSPEKTIF ORGANISASI

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
            Organisasi adalah suatu sosial arrangement yang memiliki sasaran-sasaran bersama, mengendalikan pencapaiannya sendiri dan memiliki suatu batasan yang memisahkannya dari lingkungan. Asal katanya aorganon (bahasa yunani) organisasi dalam menghadapi tantangan lingkungan, akan beradaptasi untuk mempertahankan atau memperkuat eksistensinya. Adapatasi organisasi terhadap tantangan lingkungan pada esensinya adalah perubahan terhadap apa yang sudah menjadi kebiasaan dalam organisasi tersebut. Dalam kesadaran bahwa perubahan  dalam lingkungan adalah suatu dinamika yang terus menerus terjadi, maka perubahan dalam organisasi adalah sesuatu yang telah terjadi dalam perjalanan perusahaan.         
            Adapun dalam proses adaptasi, seperti dalam implementasi system manajemen dan informasi, hampir setiap kali ditemukan resistensi terhadap  system yang baru. Resistensi datang dari individu organisasi yang menentang dan selalu meragukan system yang baru dengan berbagai alasan, walaupun telah nyata bahwa lingkungan menuntut organisasi untuk beradaptasi.
             Poots dan LaMarsh (2004:36) melihat bahwa perubahan merupakan pergeseran dari keadaan sekarang suatu organisasi menuju pada keadaan yang diinginkan di masa depan. Perubahan dari keadaan sekarang tersebut dilihat dari sudut struktur, proses, orang, dan budaya. 
            Bahwa perkembangan dunia yang semakin kompleks meningkatkan tekanan lebih kuat untuk mengelola lebih banyak perubahan pada kecepatan yang meningkat untuk itu diperlukan pemahaman terhadap pola perubahan dan prinsip kekenyalan yang perlu dicapai  dengan maksud mencapai kecepatan perubahan organisasi yang optimal. Dengan demikian bahwa masih dijumpai dewasa ini ada lembaga ataupun perusahaan yang masih tidak siap untuk selalu berubah sesuai dengan perkembangan zaman yang semakin kompleks.
            Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk mengkaji lebih dalam tentang perubahan apabila dipandang dari sudut organisasi, dengan demikian judul makalah yang diangkat adalah “Perubahan dalam Prespektif Organisasi”.    
B. Perumusan Masalah
Bertitik tolak dari latar belakang yang telah dipaparkan, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1.   Bagaimanakah perubahan itu ?
2.   Apakah faktor-faktor terjadinya perubahan ?
3.   Apakah faktor-faktor penyebab gagalnya perubahan ?
C. Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mendapatkan informasi dan kejelasan secara objektif tentang :
1.   Proses perubahan dalam konteks organisasi
2.   Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan
3.   Faktor-faktor yang menyebabkan gagalnya perubahan

         














     BAB II
PEMBAHASAN


A. Perubahan
1.   Pengertian Perubahan
            Perubahan berarti bahwa kita harus mengubah dalam cara mengerjakan atau berfikir tentang sesuatu yang dapat menjadi mahal dan sulit (Pasmore, 1994:3). Perubahan sudah merupakan fenomena global yang tidak bisa dibendung. Beberapa kejadian yang dihadapi organisasi antara lain adalah restrukturisasi. Merger, divestasi dan akuisisi, penurunan kesempatan kerja dan ekspansi internasional dengan segala konsekuensinya. Banyak organisasi yang pernah jaya beberapa puluh tahun yang lalu sekarang hilang tinggal menjadi kenangan. Tidak ada satu organisasi pun yang kebal terhadap perubahan. Organisasi akan tenggelam apabila tidak bersedia menyesuaikan diri dengan perkembangan lingkungan sejalan dengan perjalanan waktu. Kebanyakan organisasi yang berhasil adalah mereka yang fokus pada mengerjakan apa saja yang menerima perubahan kondisi. Organisasi yang sukses dalam mendapatkan, menanamkan, dan menerapkan pengetahuan yang dapat dipergunakan untuk membantu menerima perubahan dinamakan Learning Organization. Sebuah Learning Organization terampil dalam mencoba pendekatan baru dalam mengembangkan konsep, gagasan, dan merencanakan serta dalam mengoprasionalkannya. Perubahan organisasional bukanlah proses sederhana. Perubahan organisasional adalah mengenai mengubah kinerja organisasi. Lebih jelas ikatan antara apa yang kita lakukan dengan hasilnya, lebih banyak energi, komitmen dan kesenangan selama proses perubahan. Kita memulai dan setiap usaha perubahan dengan perbaikan kinerja sebagai tujuan (Pasmore 1994:15). Dengan demikian, perubahan adalah membuat sesuatu menjadi berbeda (Robbins, 2001:542). Perubahan tersebut merupakan perubahan organisasional yang merupakan transformasi secara terencana atau tidak terencana di dalam struktur organisasi, teknologi dan atau orang (Greenberg dan Baron,2003:590).

2.      Perlunya Perubahan
Perubahan adalah sesuatu yang tidak dapat dihindari karena kuatnya dorongan eksternal dan kerena adanya kebutuhan internal. Perubahan juga berpeluang menghadapi resistensi, baik individual maupun organisasional. Namun demikian, resistensi bukanlah merupakan sesuatu yang tidak dapat diatasi. Transparasi, komunikasi dan pengikutsertaan semua pihak yang terlibat dengan perubahan akan dapat mengurangi resistensi terhadap adanya perubahan. Namun, sebelum mengimplementasikan perubahan, ada tiga hal yang perlu dipertimbangkan (Potts dan Lamarsh, 2004:40), yaitu sebagai berikut :
a.       Bagaimana kita mengetahui adanya sesuatu yang salah pada keadaan sekarang ini ?
b.      Aspek apa dari keadaan sekarang ini yang tidak dapat tetap sama ?
c.       Seberapa serius masalahnya ?
Biasanya manajemen sudah tahu apa yang salah dalam organisasinya. Misalnya, terjadi peningkatan keluhan konsumen atas pelayanan yang buruk. Teknologi yang dimiliki sangat lambat dan ketinggalan zaman, atau pesaing telah menawarkan produk baru ke pasar dan organisasi belum mengirimkan versi baru dari produksi. Akan tetapi, hal tersebut saja belum cukup. Manajemen perlu tahu seberapa banyak keluhan konsumen telah meningkat. Bagaimana angka peningkatan tersebut bila dibandingkan dengan pengalaman pesaing. Apabila teknologi kita terlambat dikembangkan, bagaimana implikasinya? Semakin banyak data yang dikumpulkan dapat dikuantitatifkan, semakin mudah menentukan apa yang harus diubah. Jika informasi tidak cukup, langkah yang diambil adalah melihat analisis tentang struktur, proses, orang dan budaya untuk mempertimbangkan bagaimana pengaruh yang satu pada lainnya. Fullan (2004:43) memberikan lima butir kunci tentang perubahan, yaitu sebagai berikut.
a.       Perubahan bersifat cepat dan nonlinear sehingga dapat menimbulkan suasana berantakan. Akan tetapi, perubahan juga menawarkan potensi besar untuk terobosan kreatif. Paradoks yang timbul adalah bahwa transformasi tidak mungkin terjadi tanpa terjadi kekacauan.
b.      Kebanyakan perubahan dalam setiap system terjadi sebagai respon terhadap kekacauan dalam system lingkungan internal dan eksternal. Apabila respons terhadap gangguan dilakukan segera dan bersifat reflektif, sering kali tidak dapat dikelola, dan masalah lain justru dapat timbul sebagai akibatnya. Masalah juga dapat timbul ketika seseorang berusaha mengelola atau me-manage perubahan.
c.       Faktor erasional dalam organisasi termasuk strategi dan operasi tidak terintegrasi dengan baik; adanya perbedaan individual, cara pendekatan, dan masalah, persahabatan dan perseteruan yang terjadi mempengaruhi fungsi subsistem, dan faktor politik, seperti kekuasaan dan kewenangan, perlindungan, dan kompetisi atas sumber daya.
d.      Stekholder utama dan budaya organisasi menjadi pertimbangan pertama untuk perubahan organisasi.
e.       Perubahan tidak dapat di-manage atau dikelola atau dikontrol. Akan tetapi, dapat dipahami dan mungkin memberi petunjuk. Pendapat ini sejalan dengan pendapat Drucker bahwa kita tidak sekedar mengelola perubahan, tetapi menciptakan perubahan.
3.   Jenis-Jenis Perubahan
a.       Perubahan Terencana dan Tidak Terencana
Perubahan adalah membuat sesuatu menjadi berbeda. Perubahan dapat merupakan perubahan terencana (planned change) atau perubahan tidak terencana (unplanned change). Perubahan dapat terjadi pada kegiatan yang bersifat rutin dan kontinue, namun yang lebih penting adalah pada kegiatan yang sifatnya strategis yang tidak terjadi berulang-ulang. Dengan demikian, yang dimaksud dengan planned change adalah aktivitas perubahan yang disengaja dan berorientasi pada tujuan (Robbins, 2001:542). Sementara itu, Greenberg dan Baron (2003:593) menyatakan sebagai aktivitas yang dimaksudkan dan sifatnya sengaja dan dirancang untuk memenuhi beberapa tujuan organisasional. Perubahan organisasional berasal dari sebuah keputusan strategis untuk mengubah cara organisasi mengerjakan usahanya. Perubahan organisasional dapat diidentifikasi sebagai perubahan produk atau jasa, perubahan ukuran dan struktur organisasi, perubahan system administratif, dan memperkenalkan teknologi baru. Sementara itu, unplanned change atau perubahan tidak terencana merupakan pergeseran aktivitas organisasional karena adanya kekuatan yang sifatnya eksternal, yang berada di luar kontrol organisasi (Greenberg dan Baron, 1997:550). Determinan dari suatu perubahan tidak terencana dari suatu organisasi antara lain karena organisasi terpaksa menerima pergeseran dalam tampilan demografis angkatan kerja. Mereka juga harus responsif terhadap kecenderungan globalisasi. Kekuatan lain adalah karena adanya peraturan pemerintah, persaingan ekonomi, dan perbedaan kinerja.
b.      Perubahan Inkremental dan Fundamental
Perubahan dapat bersifat inkremental atau fundamental (Hussey, 2000;10-22). Menurut Hussey, perubahan inkremental hampir terjadi dengan sendirinya, dan mencakup ratusan situasi yang dihadapi manajer sepanjang kariernya, termasuk di dalamnya perubahan metode dan proses kerja, tata letak pabrik, peluncuran produk baru, dan situasi lain dimana orang melihat kelanjutan dari keadaan lama ke baru. Perkembangannya melalui evolusi, bukan revolusi, dan meskipun setelah melalui waktu panjang, pengamat dapat melihat perbedaan yang besar antara keadaan organisasi lalu dan sekarang, tidak ada satu perubahan yang membuat  seluruh organisasi merasa sangat berbeda. Walaupun demikian, perubahan tersebut tidak berarti mudah untuk dilaksanakan atau tidak akan menghadapi resistensi. Sebaliknya, perubahan fundamental sesuai dengan namanya, merupakan perubahan yang strategis, visioner, dan transformasional. Perubahan fundamental memberikan dampak yang patut diperhatikan pada organisasi atau bagian organisasi yang sedang menjalankan perubahan. Jika berhasil, perbedaannya dapat diperhatikan di dalam dan di luar organisasi. Perubahan semacam ini biasanya besar, dan secara dramatis mempengaruhi operasi masa depan organisasi dan sering kali menyangkut pergolakan penting. Contoh perubahan semacam ini antara lain adalah hasil proses kegiatan re-enginnering yang mengubah seluruh cara bisnis beroperasi, merger dengan organisasi lain, atau pergerakan organisasi ke dalam aktivitas yang berbeda total. Untuk perubahan inkremental dan fundamental terdapat dua faktor lain yang perlu dipertimbangkan, yang akan mempengaruhi pendekatan yang digunakan untuk mengimplementasikan perubahan, yaitu urgensi dan resistance. Seberapa besar urgensi dari kebutuhan akan perubahan dalam hubungannya dengan perluasan tindakan yang harus dilakukan. Misalnya, mungkin tidak terlalu urgen untuk mengubah tata letak kantor untuk memperbaiki komunikasi dan kecepatan arus kerja, tetapi masih mungkin perubahan tersebut terjadi, jauh sebelum reorganisasi yang sangat penting, kompleks dan perubahan budaya dapat diselesaikan. Penundaan rencana tata letak kantor selama sebulan untuk mencapai komitmen penuh dari semua pihak yang terpengaruh mungkin merupakan presentasi tinggi dari waktu yang diperlukan untuk implementasi total, tetapi mungkin bukan merupakan kepentingan serius organisasi. Sama pentingnya adalah tingkat resistensi untuk perubahan. Jika setiap orang ingin perubahan, metode implementasi mungkin sangat berbeda dengan jika resistensinya tinggi. Resistensi dapat terjadi karena alasan pribadi, atau sebab orang yang berkepentingan dengan masalah tersebut tidak merasa perlunya perubahan. Semua perubahan fundamental merupakan hal yang penting. Sedangkan pentingnya perubahan inkremental tercermin pada tingkat urgensi dengan bagaimana hal tersebut harus dilakukan. Jika kepentingannya nol, urgensinya juga nol, maka kecil alasan untuk melakukan perubahan.
c.       Tempered Radical Change
Pada dasarnya, perubahan menurut sifatnya dapat dilakukan melalui cara yang sangat drastis sampai pada cara yang melalui adaptasi evolusioner. Meyerson (2002: 59-80) memperkenalkan Tempered Radical Change, yang sebenarnya sifatnya seperti perubahan inkremental. Meyerson berpendapat bahwa strategi perubahan merupakan suatu kontinum dari yang sifatnya sangat pribadi (most personal) sampai pada sangat umum (most public). Bentuk perubahan yang terjadi dapat berupa: (1) disruptive self-expression; (2) verbal jujitsu; (30 variable-term opportunism; dan (4) strategic alliance building. Disruptive self-expression (ekspresi diri bersifat mengganggu) secara pelan-pelan dapat mempengaruhi orang lain. Kadang-kadang yang dilakukan sangat sederhana seperti penggunaan bahasa, cara berpakaian, atau sikap tertentu secara perlahan mengubah iklim kerja. Perubahan kebiasaan kecil, misalnya menolak ajakan selalu pulang kerja sampai malam, secara perlahan diikuti oleh lainnya. Perubahan yang terjadi akan memakan waktu lama, namun setidaknya telah mendorong pintu status quo terbuka secara pelan-pelan. Verbal-term opportunism (variable opportunism) mengubah sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan sejak lama dan secara kreatif membuka peluang baru. Dalam jangka pendek, berarti menyiapkan kapitalisasi lingkungan. Dalam jangka panjang berarti sesuatu yang lebih proaktif. Apabila kita memberi kesempatan kepada bawahan menyampaikan presentasi di hadapan pimpinan, yang biasanya selalu harus kita lakukan sendiri, merupakan penyimpangan dari kebiasaan. Bawahan merasa dihargai dan mendapat kesempatan yang sepertinya tidak pernah mereka peroleh. Kejadian tersebut merupakan penyegaran atas kebiasaan perusahaan selama ini, dan akan diikuti oleh orang lain. Strategic alliance building (membangun persekutuan strategis) berarti membangun perserikatan atau kerja sama dengan orang lain. Dengan demikian, akan didapatkan legitimasi, akses pada sumber daya dan kontak, bantuan teknis dan tugas, dukungan emosional dan sasaran. Akan tetapi, masih ada keuntungan lain, yaitu kekuatan untuk menggeser isu lebih cepat dan langsung daripada apabila bekerja sendiri orang yang mewakili perspektif mayoritas merupakan partner yang penting. Tidak semua orang adalah partner, namun tidak berarti mereka yang mewakili status quo harus diperlakukan sebagai lawan.
d.      Structural and Cyclical Changes
Saiyadain (2003:175) membedakan perubahan dalam structural change (perubahan struktural0 dan Cyclical Change (perubahan siklikal). Dalam perubahan struktural terjadi kenaikan atau penurunan kuantitatif yang berarti menghasilkan perubahan kualitas sehingga memerlukan penyesuaian sacara tetap. Apabila tidak merespons perubahan akan salah melangkah dan timbul kecurigaan. Sebagai Contoh, teknologi komunikasi semakin maju dan berkembang sehingga tidak mungkin mundur lagi. Akan tetapi, perubahan dapat pula terjadi dari suatu kondisi tertentu atau dari suatu tingkatan tertentu setelah melalui periode waktu tertentu, kembali lagi pada tingkat semula. Perubahan siklikal mengikuti pola dalam frekuensinya, kembali secara regular pada tahap sebelumnya. Perubahan siklikal hanya memerlukan penyesuaian sementara. Sebagai contoh adalah pada perubahan mode, sifatnya sementara, dan suatu saat akan kembali pada desain lama. Meskipun dengan terminologi yang berbeda-beda, pada dasarnya perubahan disatu sisi dapat dilakukan secara rutin, terencana dan inkremental sehingga tidak menimbulkan gejolak dan orang tidak menyadari bahwa sebenarnya telah terjadi perubahan. Namun, proses demikian akan memerlukan waktu lebih lama. Disisi lain, perubahan dapat dilakukan secara tidak terencana karena harus segera merespons suatu situasi yang tidak dapat dielakkan. Perubahan dapat pula bersifat fundamental sehingga memerlukan perubahan secara total, dan tidak dapat dilakukan secara bertahap.                       
4.   Karakteristik Perubahan
Costley dan Todd (Saiyadain, 2003:1974) menunjukan adanya tiga karakteristik perubahan, yaitu : (1) rate atau speed of change, (2) direction of change dan (3) diffusion of change.
Tingkat perubahan atau kecepatan perubahan yang terjadi tidak sama pada semua kondisi. Pada kondisi tertentu berlangsung lambat, pada kondisi lainnya dapat berlangsung cepat. Misalnya, dengan pengembangan microprocessor dan personal computer, tingkat perubahan di banyak industri meningkat secara dramatis. Sementara itu kondisi sekarang akan menentukan arah perubahan sehingga mengubah kejadian di masa yang akan datang. Kebutuhan untuk memperkirakan penyebab perubahan secara akurat sangat penting sebagai perkiraan kecepatan perubahan. Diffusion of change merupakan penyebaran perubahan, dan sering dinamakan sebagai domino effect. Misalnya perubahan dalam prosedur pembelian dalam perusahaan dapat menghasilkan perubahan di beberapa departemen lainnya.
B. Model Perubahan
i.                                                                                                                              1.   Model Perubahan Lewin
      Kurt Lewin mengembangkan tiga tahap model perubahan terencana yang menjelaskan bagaimana mengambil inisiatif, mengelola dan menstabilisasi proses perubahan. Ketiga tahap tersebut oleh Robbins (2001:551) dinyatakan sebagai unfreezing, movement, dan refreezing. Sementara itu, Kreitner dan Kinicki (2001:664) maupun Greenberg dan Baron (2003:592) menggunakan terminologi unfreezing, changing, dan refreezing. Schein (1997:298) menggunakan terminologi unfreezing, cognitive restructuring, dan refreezing, namun makna ketiganya sama. Robbins menggunakan terminologi movement, sedangkan Kreitner dan Kinicki serta Greenberg dan Baron lebih menyukai menggunakan terminologi changing. Sementara itu Scein menggunakan pengertian cognitive restructuring
a.       Unfreezing
Unfreezing atau pencairan merupakan tahapan yang fokus pada penciptaan motivasi untuk berubah. Individu didorong untuk mengganti perilaku dan sikap lama dengan yang diinginkan manajemen. Unfreezing merupakan usaha perubahan untuk mengatasi resistensi individual dan kesesuaian kelompok. Proses pencairan tersebut merupakan adu kekuatan antara faktor pendorong dan faktor penghalang bagi perubahan dari status quo. Untuk dapat menerima adanya suatu perubahan, diperlukan adanya kesiapan atau readiness individual. Pencairan ini dimaksudkan agar seseorang tidak terbelenggu oleh keinginan mempertahankan diri dari status quo, dan bersedia membuka diri.
b.      Changing atau Movement atau Cognitive Restructuring
Changing atau movement merupakan tahap pembelajaran dimana pekerja diberi informasi baru, model perilaku baru, atau cara baru dalam melihat sesuatu. Maksudnya adalah membantu pekerja belajar konsep atau titik pandang baru. Para pakar merekomondasikan bahwa yang terbaik adalah untuk menyampaikan gagasan kepada para pekerja bahwa perubahan adalah suatu proses pembelajaran berkelanjutan dan bukannya menjadi sesaat. Dengan demikian, perlu dibangun  kesadaran bahwa pada dasarnya kehidupan adalah suatu proses perubahan terus-menerus.
c.       Refreezing
Refreezing atau pembekuan kembali merupakan tahapan dimana perubahan yang terjadi distabilisasi dengan membantu pekerja mengintegrasikan perilaku dan sikap yang telah berubah kedalam cara yang normal untuk melakukan sesuatu. Hal ini dilakukan dengan memberi pekerja kesempatan untuk menunnjukkan perilaku dan sikap baru. Sikap dan perilaku yang sudah mapan kembali tersebut perlu dibekukan, sehingga menjadi norma-norma baru yang diakui kebenarannya. Dengan telah terbentuknya perilaku dan sikap baru, perlu diperhatikan apakah masih sesuai dengan perkembangan lingkungan yang terus berlangsung. Apabila ternyata diperlukan perubahan kembali, maka proses unfreezing akan dimulai kembali.
2.      Model Perubahan Tyagi 
Pendekatan system dalam perubahan akan memberikan gambaran menyeluruh dalam perubahan organisasi. Komponen dalam system tersebut adalah dimulai dengan: (1) adanya kekuatan untuk perubahan; (2) mengenal dan mendefinisikan masalah; (3) proses penyelesaian masalah; (4) mengimplementasikan perubahan; dan (5) mengukur, mengevaluasi, dan mengontrol hasilnya. Didalam proses tersebut ditekankan peranan agen perubahan., dan pada tahap implementasi dilakukan transition management. Maksud dari transition management adalah suatu proses secara sistematis perencanaan, pengorganisasian, dan implementasi perubahan, dari keadaan sekarang ke realisasi fungsional secara penuh keadaan yang akan datang dalam organisasi.
3.      Model Perubahan Burnes
Burnes (2000:253) mengemukakan adanya tiga macam model perubahan organisasional, yang dikelompokkan berdasarkan frekuensi dan besaran perubahan, yaitu sebagai berikut :
a.       The Incremental Model of Change (model perubahan inkremental)
Advokasi terhadap pandangan ini melihat perubahan sebagai suatu proses dimana masing-masing bagian dalam organisasi meningkatkan kesepakatan secara terpisah, untuk satu masalah dan satu tujuan pada suatu waktu. Pada saat manager merespons dengan menekan lingkungan internal dan eksternal dengan cara tersebut sepanjang waktu, maka organisasi mereka menjadi berubah. Respons yang timbul sebagai konsekuensi perubahan organisasi mengakibatkan perlunya perubahan pada tahap berikutnya. Demikian selanjutnya terjadi peningkatan proses perubahan secara bertahap.
b.      The Punctuated Equilibrium Model of Organizational Transformation (Model Transformasi Organisasional Keseimbangan Terpotong)
Organisasi relatif berkembang melalui masa stabilitas dalam jangka panjang, dinamakan sebagai equilibrium period, sebagai pola dasar aktivitasnya. Situasi tersebut kemudian disela oleh goncangan perubahan fundamental relatif dalam jangka pendek, dinamakan sebagai periode revolutioner. Periode Revolutioner menganggu secara substantif dengan menciptakan pola aktivitas dan membangun dasar bagi periode ekuilibirium baru.
c.       The Continuous Transformation Model of Change ( Model Perubahan Transformasi Berkelanjutan)
Argumen yang digunakan model ini adalah, dengan maksud agar organisasi tetap survive, organisasi harus mengembangkan kemampuan untuk mengubah dirinya secara berkelanjutan dengan kebiasaan fundamental. Rasionalitas untuk countinuos transformation model adalah bahwa lingkungan dimana organisasi beroperasi adalah berubah, dan akan terus berubah, cepat, radikal, dan tidak dapat diprediksi. Hanya dengan transformasi secara berkelanjutan organisasi akan dapat menjaga dirinya agar selalu sejalan dengan lingkungannya dan bertahan.
4.   Model Perubahan Victor Tan
Victor Tan (2002:52) mengemukakan bahwa untuk mendapatkan keberhasilan dalam proses perubahan, pemimpin harus dapat memenangkan pikiran dan hati orang dalam organisasi.
Victor Tan  mengintroduksi empat tahapan yang harus dilalui dalam proses perubahan, yaitu sebagai berikut :
a.   Opening Minds (Membuka Pikiran)
Sering kali, pemimpin berusaha mengubah pikiran orang lain dengan cara memaksa. Mereka berusaha agar orang berubah dengan memberi perintah dan bahkan dengan cara membentak dan fokusnya adalah agar mereka mau mendengarkan apa yang dikatakan. Tindakan demikian tidak akan memberikan hasil yang diharapkan.
Akan tetapi, orang hanya dapat mendengarkan apa yang dikatakan, tidak menyimak karena pikirannya tetap tertutup. Tugas penting pemimpin pertama kali adalah membuka pikiran orang sebelum menawarkan mereka berita perubahan, untuk membuka pikiran orang, pemimpin harus terlebih dahulu memecahkan  tingkat perasaan puas mereka dengan mengkomunikasikan pesan tanpa memaksa untuk perubahan. Mereka dapat melakukan dengan bench marking dan membandingkan tingkat kinerja organisasi mereka dengan pesaingnya. Pemimpin dapat menjelaskan kelemahan organisasi dan tantangan yang dihadapi. Pemimpin dapat mengurangi tingkat kepuasan diri individu dengan membawa mereka melihat keluar daripada ke dalam.
b.   Winning Hearts (Memenangkan Hati)
Apabila membuka pikiran adalah berkenaan dengan alasan, maka memenangkan hati adalah emosi. Kebutuhan bawahan untuk dihargai merupakan motivasi yang kuat untuk perubahan. Cara menghargai orang adalah dengan mengenal arti pentingnya kepedulian mereka atas lingkungan sekitarnya.
c.   Enabling Actions (Memungkinkan Tindakan)
Ada empat alasan mengapa orang tidak mau berubah. Pertama, karena mereka tidak tahu apa yang harus dilakukan. Kedua, mereka tidak tahu bagaimana cara melakukannya. Ketiga mereka tidak tahu mengapa mereka harus melakukannya. Keempat, terdapat hambatan yang berada di luar kontrol mereka.
Peran pemimpin adalah mengatasi setiap alasan agar memungkinkan orang membuat perubahan terjadi. Peran pemimpin adalah memastikan bahwa komunikasi berjalan efektif sehingga bawahan lebih memahami arti pentingnya perubahan bagi organisasi dan dirinya.
C. Pendekatan Perubahan
Pendekatan dalam melakukan perubahan dapat diproses dengan cara pulling out atau mencabut cara dan kebiasaan lama atau dapat pula dengan cara putting in atau menempatkan cara dan kebiasaan baru. Cara untuk melakukan perubahan, baik dalam skala kecil, sedang atau besar, adalah tidak dengan melakukan penghancuran dan mengganti dengan mengurangi pekerja, me-reengineering proses, merombak struktur, akulturasi kembali seluruh tenaga kerja, atau menggantikan jaringan sosial dengan jaringan komputer. Pendekatan perubahan sekarang ini yang terjadi dengan cara tersebut dikatakan sebagai creative destruction. Pendekatan perubahan sebaiknya dilakukan dengan creative recombination.

1.   Creative Recombination
Repetitive-change syndrome dengan gejala umum seorang manajer melakukan insiatip perubahan dengan bertubi-tubi, meledak-ledak didorong oleh keinginannya untuk selalu tampil lebih baik. Sedangkan dengan  Creative Recombination yaitu mengkombinasikan ulang secara kreatif karena bersifat kurang mengganggu. Eric Abrahamson (2004:19) menambahkan tiga hal penting agar perubahan dapat dilakukan tanpa membuat pusing yaitu sebagai berikut :
a.   Dalam lingkungan sekarang yang penuh perubahan, penting untuk tidak terlalu menggeneralisasi.
b.   No pain, No change tidak bisa menjadi standar  karena akan dijadikan alasan pemaaf bagi setiap bentuk perubahan yang dikelola dengan buruk
c.   No pain, No change tidak dapat tetap menjadi standar karena akan menjadi alasan yang siap dilakukan tentang mengapa perubahan sulit dan mengapa banyak perubahan gagal.
2.   Five Recombination
Untuk melakukan perubahan tanpa menimbulkan kepusingan, atau  change without pain, diperlukan adanya lima faktor yang dikombinasikan atau digabungkan kembali dalam rangka perubahan yaitu: (1) people (orang), (2) networks (jaringan), (3) culture (budaya), (4) processes (proses), dan (5) structure (struktur), (Abrahamson, 2004:23). Orang dalam satu organisasi adalah pekerja, yang membangun network atau jaringan kerja satu sama lain dengan menukar informasi, kebaikan, sumber daya dan bahkan gosip melalui system informal organisasi. Budaya perusahaan meliputi nilai-nilainya (misalnya dalam pengambilan keputusan yang dilakukan melalui consensus), norma-norma (apa yang dipertimbangkan perusahaan sebagai perilaku normal, seperti bekerja lewat tengah malam pada akhir minggu), dan peran informal (menjadi mentor informal). Proses merupakan kegiatan pembaharuan, seperti pembelian, produksi atau reproduksi, yang memungkinkan perusahaan mengubah masukan seperti bahan baku, buruh, atau kapital menjadi keluaran sebagai produk atau jasa. Struktur merupakan kotak organisasi, garis komunikasi dan pelaporan, staffing, dan mekanisme pengawasan yang ditempatkan manajer untuk memastikan bahwa pekerja menjalankan proses secara efektif dan efisien. Oleh karena itu, penjualan adalah suatu proses, dimana bonus penjualan merupakan mekanisme pengawasan struktural untuk menjamin penjualan efektif dan efisien. Ketika melakukan perubahan melalui creative recombination, bukan dengan cara menggantikan orang, network, kultur, proses dan struktur yang sudah ada dengan menggantikannya dengan yang baru, namun dengan mengkombinasikan kembali apa yang sudah dimiliki. Dengan kata lain, kita hanya melihat bagian yang ada dari arsitektur organisasi untuk solusi perubahan.       
D. Memulai Perubahan
Perubahan mulai perlu dilakukan ketika lingkungan mengalami perubahan fundamental, dan organisasi selalu didorong untuk mempunyai nilai sangat tinggi. Demikian juga apabila organisasi menjadi sangat kompetitif dan lingkungan berubah cepat. Atau dapat pula terjadi dalam hal organisasi menjadi semakin jelek, atau sebaliknya justru menjadi usaha besar. Akhirnya perlu pula adanya perubahan apabila organisasi tumbuh sangat cepat (Deal dan Kennedy, 2000:159). Suatu perubahan dapat pula terjadi sebagai konsekuensi dari suatu keadaan, antara lain berupa (Hussey, 200:8) : (1) Downsizing atau rightsizing, keduanya mengandung arti bahwa organisasi akan menjadi lebih kecil dan strukturnya lebih datar; (2) tumbuhnya pemikiran kembali tentang cara mengerjakan sesuatu, re-engineering dan perbaikan terus-menerus; (3) meningkatnya aktivitas outsourcing yang sebelumnya dilakukan internal organisasi; (4) metode yang mengurangi waktu dalam mengembangkan produk atau aktivitas baru; (5) lebih banyak organisasi terlibat dalam aliansi strategis dan joint ventures; dan (6) akuisisi berkelanjutan menjadi kunci aktivitas strategis. Pendapat-pendapat tersebut di atas memberikan indikasi gejala yang dapat dijadikan acuan untuk memulai suatu langkah perubahan. Pemahaman atas gejala tersebut diperlukan untuk segera merespon perkembangan agar tidak terlambat melakukan tindakan.
1.   Belajar dari pengalaman
Untuk melakukan perubahan, agar dapat mencapai harapan, perlu belajar dari pengalaman perubahan sebelumnya, yaitu mengenai apa yang menyebabkan keberhasilan maupun kegagalan, dan bagaimana membuat perubahan dapat berjalan seperti diharapkan.
Biasanya manajemen sudah tahu apa yang salah. Misalnya terjadi peningkatan keluhan konsumen atas pelayanan yang buruk. Teknologi yang dimiliki sudah sangat terlambat dan ketinggalan zaman atau pesaing telah menawarkan produk baru kepasar dan organisasi belum mengirimkan versi baru dari produksi.
E.   Faktor-Faktor Terjadinya Perubahan
Menurut Hussey (2000:6) yang menjadi pendorong bagi kebutuhan akan perubahan, yaitu sebagai berikut :
1.   Perubahan Teknologi Terus Meningkat
Sebagai akibat perubahan teknologi yang terus meningkat, kecepatan penyusutan teknologi menjadi semakin meningkat pula. Organisasi tidak dapat mengabaikan perkembangan yang menguntungkan pesaingnya.  Perkembangan baru mengakibatkan perubahan keterampilan, pekerjaan, struktur, dan seringkali juga budaya. Dengan demikian sumber daya manusia harus selalu mengikuti perkembangan teknologi agar tidak tertinggal. Di dalam dunia yang selalu berkembang, sumber daya manusia tidak boleh gagap teknologi.
2.   Persaingan semakin Intensif dan Menjadi Lebih Global
Dalam dunia yang semakin terbuka, terjadi persaingan yang semakin tajam dengan cakupan lintas Negara. Banyak orgnisasi  dipaksa menjadi standar kualitas dan biaya yang telah dicapai oleh perintis industri. Apabila tidak dapat mengikuti standar tersebut, maka akan kalah bersaing. Lebih banyak industri bekerja di tingkat dunia sehingga tidak lagi berpikir terisolasi dalam satu Negara. Kekalahan dalam persaingan akan mamaksa perusahaan menutup usahanya atau melakukan merger atau dibeli oleh perusahaan lain.
3.   Profil Demografis Negara Berubah
Komposisi kelompok penduduk tua dan muda berubah dengan akibat kekeurangan keterampilan. Perubahan sikap kelompok tua terhadapo kesempatan kerja, masalah motivasi pada organisasi datar yang menyediakan sedikit peluang promosi, kecenderungan ini menyimpan banyak hal yang dapat mempengaruhi perubahan yang akan terjadi dalam beberapa dekade ke depan. Perkembangan demografis akan sangat berpengaruh terhadap pola kebutuhan masyarakat. Oleh karena itu, dunia usaha harus mampu menangkap kecenderungan tersebut.
Sementara menurut Kreitner dan Kinicki (2001:659) memperhatikan bahwa kebutuhan akan perubahan di pengaruhi oleh dua Faktor, yaitu eksternal forces (kekuatan eksternal) dan internal forces (kekuatan internal)
a.   Kekuatan Eksternal
Kekuatan eksternal yang memiliki dukungan pengaruh global menyebabkan organisasi berpikir tentang inti dan proses dari bisnis dengan nama produk dan jasa yang dihasilkan. Yang termasuk faktor eksternal antara lain :
1). Demographic characteristics (karakteristik demografis)
Unsur demografis antara lain adalah umur, pendidikan, tingkat keterampilan, gender, migrasi dan lain-lain. Di masa sekarang terdapat kecenderungan bahwa tenaga kerja semakin beragam, dan terdapatnya bisnis penting yang dapat mengelola keberagaman secara efektif. Oleh karena itu, organisasi perlu mengelola keberagaman secara efektif jika menginnginkan untuk mendapatkan kontribusi dan komitmen maksimum dari pekerjanya.
2). Technological advancements (kemajuan teknologi)
Baik organisasi manufaktur maupun jasa semakin meningkat dalam menggunakan teknologi sebagai alat untuk memperbaiki produktivitas dan market competitiveness. Sekarang ini terjadi peningkatan manupakturing automation dan office automation. Robot dan komputer banyak dipergunakan dalam manufaktur. Mereka yang tertinggal dalam teknologi akan mengalami kesulitan dalam persaingan.
Pengembangan dan penggunaan teknologi informasi mungkin merupakan kekuatan terbesar untuk perubahan. Semua organisasi baik besar ataupun kecil swasta dan fublik pencari laba dan nirlaba harus menggunkan teknologi informasi.
   3). Social and political pressures (tekanan sosial dan politik)
Tekanan sosial dan politik dapat tumbuh dari adanya perang, adanya nilai-nilai yang harus dipertahankan. Maupun tipologi kepemimpinan. Terkadang pengusaha kuat dapat menyalurkan tekanannya melalui lembaga legislatif. Meskipun sulit bagi organisasi memperkirakan perubahan dalam kekuatan politik banyak organisasi menyewa pelobi dan konsultan untuk membantu mendeteksi dan merespons perubahan sosial dan politik.
b.   Kekuatan Internal
Kekuatan  internal datang dari dalam orgnisasi. Kekuatan ini mungkin sifatnya lebih lunak, seperti rendahnya kepuasan kerja, atau dalam bentuk tanda seperti rendahnya produktivitas dan konflik. Kekuatan internal untuk perubahan datang dari hal-hal berikut :
1). Human resource problems/prospects (problem/prospek SDM)
Masalah ini bisa timbul karena persepsi pekerja tentang bagaimana mereka diperlakukan di tempat kerja dan kecocokan antara kebutuhan dan keinginan individual dan organisasi. Ketidakpuasan pekerja terjadi karena tidak terpenuhinya kebutuhan dan ketidakpuasan kerja. Organisasi harus merespon masalah ini dengan menggunakan berbagai pendekatan dalam desain pekerjaan, konflik peran, dan ambiguitas. Organisasi harus mampu menghargai dan memberikan pengakuan kepada pekerja yang berprestasi. Sementara itu prosfek bersifat positif dapat diperoleh dari partisipasi dan saran dari pekerja.
2). Managerial Behavior/decisions (perilaku/keputusan manajerial)
Konflik antara manajer dan bawahannya merupakan tanda bahwa perubahan diperlukan. Baik manajer maupun pekerja mungkin perlu interpersonal training, atau sekadar dua orang tersebut perlu dipisahkan.
Kekuatan untuk perubahan  dapat datang dari adanya konflik, kepemimpinan yang jelek, system penghargaan yang tidak adil, dan perlunya reorganisasi struktural.
F.   Tujuan dan Sasaran Perubahan
1.   Tujuan Perubahan
Tujuan perubahan terencana disatu sisi untuk memperbaiki kemampuan organisasi untuk menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan dan disisi lain mengupayakan perubahan perilaku karyawan (Robbins, 2001:542). Kebanyakan para ahli lebih banyak membahas lingkungan internal, namun sebenarnya yang lebih banyak pengaruhnya terhadap masa depan organisasi adalah lingkungan eksternal. Kurt Motamendi mencari hubungan antara kedua lingkungan tersebut dalam konsep yang disebut Adaptabilitas dan Kopabilitas (Bennis, 1920:217). Adaptabilitas adalah kemampuan sebuah organisasi untuk merasa dan memahami baik lingkungan internal maupun lingkungan eksternalnya dan mengambil tindakan untuk menciptakan kecocokan atau keseimbangan yang lebih baik antara kedua lingkungan tersebut. Sementara itu, Kapabilitas mengacu pada kemampuan suatu system sosial untuk mempertahankan identitas dan integritasnya sebagai sebuah system yang kuat sambil melakukan penyesuaian yang diperlukan dengan lingkungan eksternalnya yang berubah.
Dewasa ini timbul kekuatan yang mendorong perubahan, termasuk perubahan besar dalam organisasi sehingga memerlukan transformasi melalui upaya-upaya reengineering, restructuring, quality programs, margers and acquisition, strategic change, dan cultural change (Kotter, 1996:19).
Namun, diingatkan bahawa perubahan harus dilakukan dengan hati-hati dengan pertimbangan agar manfaat yang ditimbulkan oleh perubahan lebih besar dari beban kerugian yang harus ditanggung (Greenberg dan Baron, 2003:604). Kebanyakan diantara kita sering lupa memperhitungkan sosial kosts sebagai akibat perubahan. 
   2.   Sasaran Perubahan
Menurut Potts dan LaMarsh (2004:37) yang mengemukakan adanya empat aspek sasaran perubahan, di mana dua diantaranya sama dengan Robbins maupun Greenberg dan Baron, yaitu struktur dan orang. Dua aspek lainnya adalah proses dan budaya. Proses menunjukkan apakah aliran pekerjaan dalam seluruh organisasi sudah berjalan secara efesien; apakah terjadi hambatan dan memperlambat aliran pekerjaan. Apabila terdapat satu butir pesanan pelanggan tidak bersedia, apakah akan menunda pengiriman seluruh pesanan ? Budaya menyangkut budaya organisasi, apakah kepercayaan pekerja tentang pekerjaan, pelanggan dan bisnis pada umumnya menganggu keberhasilan. Apakah kepercayaan ini menyebabkan orang berperilaku yang dapat menghambat keberhasilan? Dengan demikian, sasaran atau objek suatu perubahan dapat diarahkan pada struktur organisasi, teknologi, pengaturan fisik, proses, orang dan budaya dalam suatu organisasi. Namun, sasaran perubahan tersebut pada umumnya tidak berdiri sendiri, tetapi merupakan kombinasi karena di antaranya saling mempengaruhi.
G. Faktor-Faktor Penyebab Gagalnya Perubahan
Banyak perubahan telah dilakukan dengan berhasil, namum banyak pula yang mengalami kegagalan. Untuk itu perlu pula dipelajari faktor penyebab kegagalan yang pernah terjadi sehingga kegagalan tersebut dapat dihindari. Hussey (2000:87) mengidentifikasi adanya sepuluh penyebab kegagalan melaksanakan perubahan, yaitu sebagai berikut :
1.   Implementasi memerlukan waktu lebih lama daripada yang direncanakan.
2.   Kebanyakan masalahnya tidak diidentifikasi sebelumnya
3.   Aktivitas dalam implementasi tidak cukup dikoordinasikan
4.   Aktivitas dan krisis yang bersaing memecahkan perhatian sehingga keputusan tidak dilakukan.
5.   Manajer kekuarangan kapabilitas yang diperlukan untuk melakukan perubahan.
6    Pelatihan dan instruksi yang diberikan kepada bawahan tidak cukup.
7.   Faktor eksternal yang tidak terkendali berdampak pada implementasi.
8.   Manajer departemen tidak cukup memberi kepemimpinan dan arahan.
9.   Tugas pokok implementasi tidak didefinisikan secara detail
10. Sistem informasi yang tersedia tidak cukup memonitor implementasi.
Sementara itu, Donald N. Sull (2009:91) menengarai bahwa organisasi yang sukses jika menghadapi perubahan besar sering gagal merespon secara efektif. Sull menyebutnya sebagai dinamika kegagalan, antara lain ditunjukan oleh adanya kecenderungan berikut ini :
1.   Dari Berpikir Strategis menjadi Tertutup
Kerangka berpikir dapat membantu manajer melihat ke depan dan berpikir strategis. Akan tetapi pada suatu tingkatan tertentu dapat pula membutakan manajer sendiri karena mereka mempercayai bahwa berpikir strategis merupakan satu-satunya yang menjadi masalah.
Dengan demikian, seorang manajer yang semula mampu berpikir secara strategis, cara pandangnya menjadi tertututp oleh keberhasilan yang telah diperolehnya, orang yang demikian cenderung melihat bahwa masalah lainnya menjadi tidak penting atau tidak perlu.
2    Dari Proses menjadi Rutin
Ketika organisasi menentukan untuk melakukan sesuatu yang baru, pekerja biasanya mencoba beberapa cara yang berbeda dalam menjalankan kegiatannya. Akan tetapi sekali menyadari bahwa cara tersebut bekerja baik, mereka mempunyai insiatif kuat untuk membatasi diri pada proses yang telah dipilih dan berhenti mencari alternatif, dan selanjutnya berubah menjadi kegiatan yang bersifat rutin.
Dengan demikian, suatu perubahan yang telah mendapatkan kemapanan, berubah menjadi bersifat rutin. Rutinitas tidak mendorong perlunya perubahan.
3.   Relationship menjadi belenggu
Untuk membangun keberhasilan, setiap organisasi membangun hubungan dengan pekerja, pelanggan, pemasok, peminjam dan investor. Hubungan dan kerjasama yang baik akan mampu meningkatkan kinerja organisasi.
Namun, apabila kemudian kondisi bergeser sering hubungan tersebut berubah menjadi belenggu, menjadi beban sehingga membatasi fleksibilitasnya dan mengarahkannya pada kelembaman aktif.                        
















   BAB III
   PENUTUP

A.     Kesimpulan
               Kata “perubahan” bagi sebagian orang merupakan sebuah kata yang menimbulkan kekhawatiran dan perasaan takut. Bagi mereka yang lain, kata itu adalah sebuah pertanda tantangan dan waktu-waktu yang menggairahkan. Sementara bagi sebagian lagi kata itu merupakan sebuah peringatan untuk memulai sebuah perjuangan demi kelangsungan hidup. Perubahan sebaiknya tidak dianggap sebagai sebuah malapetaka karena manusia mempunyai kemampuan dalam beradaftasi dan memberikan kontribusi mereka pada perubahan ketika organisasi-organisasi berlomba untuk menjadi lebih efektif  dengan meningkatkan pendayagunaan sumber-sumber mereka, SDM mendapatkan perhatian khusus dalam hal keterampilan dan pengalamannya.
               Organisasi yang telah terbiasa dengan perubahan akan melihat perubahan itu sebagai  evolusi daripada revolusi. Ketakutan dan kekhawatiran mngkin tidak akan begitu dirasakan. Organisasi ini telah belajar bagaimana menangani perubahan dan kemampuan itu tidak muncul secara kebetulan. Hal ini harus dibantu oleh manajemen perubahan yang efektif. Tanggungjawab atas manajemen perubahan tidak langsung dipikirkan sebagai milik suatu departemen atau fungsi tertentu tetapi dapat dianggap sebagai peran dalam pelatihan dan pengembangan. 
               Metodologi dan teknik investigasi serta analisis yang digunakan oleh para pelatih adalah sangat relevan untuk pelaksanaan studi dalam konteks organisasi yang lebih luas dan dengan pengembangan organisasi secara keseluruhan.             
B. Saran
                  Bertolak dari pemikiran tentang perubahan dalam prespektif organisasi, penulis  merumuskan beberapa saran antara lain :
1.   Membangun suatu visi dan strategi yang memandu proses perubahan
2.   Mengkomunikasikan visi baru secara efektif sebagai bagian dari proses perubahan
3.   Memberdayakan tindakan yang berbasis luas dalam proses perubahan
4.   Mengkonsolidasikan keuntungan dan menghasilkan banyak perubahan.